ROTI AWAN
Ini
tahun krusial. Tahun di mana ilmu cocoklogi benar-benar diaplikasikan di
tengah masyarakat. Tahun di mana harga dirimu cuma sebanyak setumpuk
sirih-pinang di pasar. Tahun di mana kau akan berhalusinasi bahwa kau hidup di
dalam tubuh yang salah. Tahun di mana eksodus adalah sebuah kata yang akan kau
alami langsung setelah selesai memasukkan sepotong kertas ke dalam kotak
pandora. Tahun di mana ungkapan ini
akan selalu kau dengar hingga menjadi biasa: keluargamu
adalah musuhmu; patronmu
adalah ksatria yang mahakuasa.
Mereka
akan datang ke rumahmu dengan
senyum sangat menawan yang akan membuatmu
berkesimpulan bahwa merekalah
pejuang sejati; pejuang yang baru turun dari surga dengan dua belas bilah pedang malaikat untuk
menghalau kebatilan tanpa kompromi, tidak
seperti Tuhan dan Abraham yang menghabiskan
banyak waktu bernegosiasi tentang upaya menyelamatkan Sodom dan Gomora karena sangat
mengasihi kesepuluh orang baik yang ada di sana.
Apa
yang tidak mungkin
pada tahun ini? Satu-satunya yang tidak mungkin adalah bahwa kau akan hidup aman bersama
keluargamu. Persis seperti kata patronmu yang hari ini berorasi di tepi-tepi jalan: "kita
melawan kesewenang-wenangan tanpa melihat latar belakang. Lupakan indentitasmu sebagai minoritas. Kobarkan semangat
kesetaraanmu sebagai warga negara tanpa kelas. Kebenaran tidak mengenal keluarga" tapi besoknya lagi mereka berteriak di sudut-sudut kamar dengan cahaya lampu pelita:
"kita wajib memilih sesuai latar belakang kita. Kita ini minoritas yang harus menjadi mayoritas. Kita hanya akan maju
kalau memilih pemimpin berdasarkan suku dan marga yang sama".
Kita
diperbudak oleh jargon,
sementara latar depan kehidupan
masing-masing sudah pasti akan menjadikannya usang. Kita meninggikan
para pesilat lidah itu dengan segala puja-puji semu dari silsilah keluarga yang
dibikin-bikin sambil menginjak keluarga yang pantasnya mendapat segala sembah
itu. Kita mengorbankan kehangatan keluarga – satu-satunya yang kita punya – untuk satu-satunya
kebusukan yang dibawa ke dalam rumah:
kebencian.
Sesungguhnya kita memilih pemimpin untuk
memenangkan keluarga, karena
itulah alasan segala upaya yang kita tempuh tanpa lelah.
Sekarang, lihatlah seisi rumahmu lalu katakan
kepada tamu yang datang itu:
“ini roti
awan, roti yang dibuat dengan bumbu cinta.
Makan saja rotinya, jangan juga piringnya”.
» Jeffrey Aryanto »
Tidak ada komentar:
Posting Komentar