Cari Blog Ini

Minggu, 11 April 2021

Suka-Duka Pembelajaran Pendidikan Agama Katolik Secara Daring

 

Suka-Duka Pembelajaran

Pendidikan Agama Katolik

Secara Daring

Oleh: Jefri A. Petrus



Pengantar

 

(Selain dalam bentuk Word, materi ini juga tersedia dalam bentuk PPT [PowerPoint]. Silakan mengunduhnya di sini).


Sejak kasus pertama Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) diumumkan oleh Presiden Joko Widodo pada awal Maret 2020 yang lalu, Indonesia kemudian dihadapkan pada masa pandemi. Banyak sektor kehidupan yang lumpuh, termasuk bidang pendidikan.

 

Negara kemudian berupaya untuk memulihkan keadaan dengan berbagai cara. Di bidang pendidikan, pemerintah memberlakukan model Pendidikan Jarak jauh (PJJ) dalam beberapa tahap sesuai tingkat kesehatan masing-masing daerah. Model pendidikan ini bergantung penuh pada penggunaan teknologi. Guru, siswa, dan orang tua dituntut untuk secepatnya beradaptasi dengan teknologi agar hasil yang diinginkan dapat tercapai.

 

Sistem pembelajaran daring merupakan sistem pembelajaran tanpa tatap muka secara langsung antara guru dan peserta didik, tetapi dilakukan melalui saluran internet. Di sini, Guru harus memastikan kegiatan belajar mengajar tetap berjalan meskipun peserta didik berada di rumah. Orang tua pun dituntut untuk memberikan pendampingan secara maksimal kepada anak dengan menyediakan fasilitas dan waktu yang cukup.

 

Efektifitas pembelajaran daring

Riset terbaru dari universitas Harvard yang dipublikasikan pada tanggal 4 September 2020 (https://www.pnas.org/content/116/39/19251)  menunjukkan bahwa mayoritas peserta didik  lebih menyukai cara belajar yang lebih partisipatif agas hasilnya lebih maksimal. Pembelajaran dengan model mendengarkan ceramah dari pengajar tidak disukai karena menempatkan peserta didik pada posisi pasif semata.  

 

Harapan yang tertuang dalam penilitan tersebut secara nyata menunjukkan bahwa kelas luring jauh lebih disukai dibanding kelas daring. Dalam benak kebanyakan orang, kelas daring identik dengan formalitas, dan cenderung sia-sia.

 

Namun  pandemi COVID-19 telah memaksa terjadinya hal yang tidak kita bayangkan sebelumnya yaitu kelas-kelas daring menguasai dan mendominasi proses belajar konvensional/tatap muka. Semua orang dipaksa melek teknologi tanpa kecuali. Semua orang harus menjadikan teknologi debagai kebutuhan primer.

 

1.    Kesiapan guru menyambut pembelajaran daring

Melalui banyak media yang ada sekarang, kita disodorkan informasi bahwa terdapat begitu banyak guru dan dosen yang hanya sekadar memberikan pelajaran dan tugas tanpa memberi bimbingan kepada peserta didik (https://nasional.kompas.com/read/2020/03/24/15391751/mendikbud-singgung-guru-yang-hanya-beri-tugas-berat-tanpa-bimbingan). Tugas mendidik diserahkan sepenuhnya kembali kepada orang tua. Maka muncullah rasa frustrasi dan bosan dari para orang tua dan peserta didik.

 

Fakta pola pemberian materi dan tugas dari para guru seperti dalam berita-berita tersebut menimbulkan beragam pertanyaan, salah satunya adalah tentang kesiapan para guru itu sendiri. Dugaan saya adalah rupanya banyak guru yang masih memegang teguh prinsip bahwa pembelajaran secara daring ini sama sekali tidak bagus karena terdapat materi-materi tertentu dari beberepa mata pelajaran yang harus dijelaskan secara konvensional (tatap muka). Prinsip ini tentunya tidak sepenuhnya salah tetapi juga tidak bisa digaungkan terus-menerus karena kini kita berada pada sebuah situasi dan kondisi yang tidak memberikan pilihan sempurna bagi para guru. Lagi pula kemajuan teknologi telah mengisi hampir seluruh kegiatan manusia. Teknologi dan manusia pada zaman sekarang merupakan satu paket obat dalam menata dunia: yang satu harus dilakukan dan yang lainnya jangan dilupakan.

 

Untuk mengatasi ke-belum-siapan guru ini, hal pertama yang perlu dilakukan adalah mengubah pola pikir (mindset) tentang makna belajar dan menyambut ketidakpastian sebagai bentuk stimulasi dalam metode pengajaran mereka. Guru perlu meng-upgrade diri terlebih dahulu sebelum menuntut instrumen-instrumen lain di luar dirinya (orang tua, siswa, dan pemerintah) untuk ikut bertanggung jawab. Guru harus perlahan sadar bahwa sekalipun cara mengajar konvensional masih dibutuhkan, sentuhan teknologi sudah tak bisa lagi dihindari dalam pendidikan. Guru harus menguasai teknologi (media pemebelajaran) agar dapat menciptakan pembelajaran yang inovatif dan kreatif dan tidak menimbulkan kebosanan pada peserta didik.

 

2.    Beberapa masalah selama pembelajaran daring:

a.      Lokasi rumah siswa tidak terjangkau jaringan internet

b.      Quota internet siswa yang minimalis

c.      Belum semua siswa memiliki gawai

d.     Partisipasi  dan tingkat penyerapan materi oleh siswa sangat minimalis

e.      Tugas-tugas yang dikumpulkan secara daring selalu sama (copas antarsiswa saja/dikerjakan oleh orang tua)

f.       Gangguan listrik + jaringan telkomsel (internet)

g.      Siswa belum familier dengan aplikasi/platform pembelajarn yang ada

 

Solusi yang dilakukan:

1.      Siswa yang lokasi rumahnya tidak terjangkau jaringan internet dibolehkan melakukan “migrasi temporer” ke rumah siswa terdekat yang memiliki jaringan internet, dengan tetap memperhatikan prokes.

2.      Siswa yang tidak memiliki quota internet dan tidak memiliki gawai juga diminta melakukan “migrasi temporer” dengan tetap memperhatikan prokes. Selain itu mereka juga akan diberikan salinan materi pembelajaran dan soal-soal latihan dalam bentuk cetakan.

3.      Selalu meng-update atau menayangkan nilai latihan soal dan tugas-tugas di aplikasi pembelajaran yang biasa digunakan untuk memotivasi sekaligus mengingatkan siswa yang tidak aktif dalam pembelajaran

4.      Penilaian tugas didasarkan pada kemampuan siswa pada pembelajaran luring, bukan pada hasil kerja yang dikumpulkan secara daring.

5.      Menyiapkan waktu khusus untuk mendampingi dan melatih para siswa dalam menggunakan media pembelajaran yang ada

 

Platform atau Media Pembelajaran

Berikut ini beberapa platform pembelajaran daring terbaik yang (pernah) coba saya gunakan:

1.      Zoom Meeting.

Di awal-awal pembelajaran daring, aplikasi ini begitu booming hingga saya pun mengajak dan mewajibkan para siswa untuk menginstallkannya di gawai mereka. Perlahan semangat untuk menggunakan aplikasi ini mulai menurun seiring munculnya kesulitan-kesuliatan yang dihadapi siswa seperti yang telah saya kemukakan di atas.

2.      Google Suite For Education (GSE)

Fasilitas ini disediakan secara gratis oleh raksasa teknologi dunia: Google. Beberapa aplikasi yang tersemat di dalamnya yaitu goggle Meet, google document, google Slide, Goggle Sheet, gmail, calender, goggle classroom, goggle drive dan masih banyak lagi.

 

3.      Rumah belajar.

Platform ini dikembangkan oleh Kemendikbud dengan tujuan untuk menyediakan alternatif sumber belajar dengan pemanfaatan teknologi. Rumah Belajar hadir sebagai bentuk inovasi pembelajaran di era industri 4.0 yang dapat dimanfaatkan oleh siswa dan guru PAUD, SD, SMP, dan SMA/SMK. Terdapat berbagai fitur belajar utama yang tersemat di dalamnya seperti Sumber Belajar, Laboratorium Maya, Kelas Maya, Bank Soal, dan beberapa fitur pendukung lainnya yaitu Buku Sekolah Elektronik (BSE), Peta Budaya, Wahana Jelajah Luar Angkasa, Ragam Bahasa dan Sastra, Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan, dan Game Edukasi. Semua fitur ini dapat diakses dengan mudah di https://belajar.kemdikbud.go.id/.)

Kekurangan dari platform ini adalah minimnya (bahkan tidak tersedia) materi pelajaran Pendidikan Agama Katolik.  

4.      Whatsapp.

Setelah mengalami kesulitan dalam menggunakan aplikasi zoom, saya akhirnya memilih untuk beralih ke platform ini saja karena beberapa alasan:

-         mudah diakses semua kalangan;

-         kemampuan melakukan panggilan video dalam grup lebih dari 10 orang;

-         bisa melakukan ujian secara realtime.

-         bisa menyematkan tautan dari platform lain (link video Youtube, google Document, materi berformat PPT, dll.).

 

Proses Belajar dengan Whatsapp:

1.      Membuat Grup belajar.

Grup dibuat sesuai nama-nama kelas dan guru bertindak sebagai admin grup. Di sekolah saya – karena kepemilikan gawai oleh siswa yang cuma segelintir – grup ini tidak saya buat berdasarkan nama kelas tetapi berdasarkan tingkat (Kelas X, Kelas XI, dan Kelas XII).

 

Berikut ini jumlah siswa pengguna aplikasi Whatsapp untuk pembelajaran di SMAN Miomaffo Tengah tahun 2021 ini:

-        Kelas X: siswa yang menggunakan Whatsapp cuma 22 orang (dari total 60 siswa).

-        Kelas XI, siswa yang menggunakan Whatsapp cuma 29 orang (dari total 63 orang)

-        Kelas XII, siswa yang menggunakan Whatsapp Cuma 28 orang (dari total 63 orang)

2.      Menggabungkan siswa ke dalam grup

Setelah grupnya tersedia, guru (admin) menambahan siswa ke dalam grup.

3.      Membuat jadwal dan rencana belajar bersama siswa

Di sini partisipasi siwa sangat dibutuhkan agar tidak terjadi bentrok antara jadwal belajar dan jadwal peribadi.

4.      Kegiatan belajar

Pada bagian ini proses belajar sudah dapat dumulai dengan terlebih dahulu guru mengirimkan link presensi harian (yang telah dibuat menggunakan google formulir) untuk diisi oleh siswa. Selanjutnya video call grup dapat dimulai selama beberapa menit sebelum – nantinya – guru mengirimkan file materi dan file tugas untuk dipelajari lagi di rumah masing-masing.

 

Pengalaman saya selama ini: karena jumlah siswa yang bergabung dalam grup tingkat (kelas  keseluruhan, kelas Xi keseluruhan, dan kelas XII keseluruhan) lumayan banyak maka untuk sekali video call  partisipannya saya batasi cuma bisa 10 orang (sesuai strandar pihak Whatsapp). Sisanya bisa terlibat video call grup lagi pada lain waktu sesuai kesepakatan (berdasarkan juga pada masalah jaringan internet dan quota internet yang dimiliki siswa).

5.      Penilaian hasil belajar

Untuk menggenjot semangat belajar siswa, guru sebaiknya rutin mengirimkan daftar nilai ke dalam grup.

 

Beberapa tips/strategi pembelajaran daring agar bisa dinikmati oleh siswa:

1.      Ciptakan suasana interaktif. Hilangkan sekat-sekat konvensional antara guru dan siswa

2.      Gunakan games, survey ataupun kuis secara real time. Misalnya dengan menggunakan fitur google doc. Percayalah, dengan metode ini, siswa yang biasanya terlihat pendiam dan biasa-biasa saja di dalam kelas sebelumnya bisa jadi akan tampak antusias.

3.      Hindari terlalu lama melakukan pembelajaran daring agar siswa tidak cepat lelah dan bosan.

4.      Berikan jeda waktu yang cukup bagi siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang diberikan. Sekali seminggu cukuplah.

5.      Jalinlah komunikasi juga dengan orangtua siswa agar mereka juga ikut memantau perkembangan anak mereka

 

Kesimpulan

Seperti layaknya sebuah perubahan baru, model pembelajaran daring ini pun memiliki kisahnya tersendiri. Banyak hal yang terjadi selama proses pembelajaran daring ini, baik itu kisah yang menyenangkan (suka) maupun yang tidak menyenangkan (duka). Beberapa kisah menyenangkan (suka) yang saya rangkum adalah sebagai berikut:

-         Guru dituntut utuk mahir teknologi lalu mengaplikasikannya dalam pembelajaran, misalnya dengan membuat RPP berbasis TIK;

-         Guru tidak lagi disibukkan dengan tumpukan buku/atau kertas hasil ujian siswa yang jumlahnya bisa menutupi seluruh meja kerja;

-         Guru dan siswa lebih fleksibel dalam menentukan waktu pembelajaran karena tidak terikat ruang dan waktu konvensional;

-         Siswa mendapat bonus (keuntungan ganda) pemahaman dan penerapan TIK/teknologi pada umumnya selama pembelajaran berlangsung.

Sedangkan beberapa hal yang tidak menyenangkan (duka) dan menjadi tantangan adalah sebagai berikut:

-         Kuota internet siswa yang terbatas, jaringan internet dan listrik yang belum merata di semua wilayah tinggal siswa, dan sedikitnya jumlah siswa yang memiliki gawai;

-         Banyak siswa yang belum familier dengan internet dan belum mampu mengoperasikan media pembelajaran yang tersedia;

-         Kebijakan sekolah (diskresi kepala sekolah) yang tidak memperhatikan pentingnya penguasaan teknologi dalam pembelajaran.

 

Demikian cerita suka-duka pembelajaran daring selama masa pandemi covid-19 ini. Semoga Anda terinspirasi untuk melakukan terobosan dan inovasi dalam pembelajaran.

 

Bagi teman-teman guru, saya ingin kita merefleksikan dua ungkapan berharga ini:

 

-         Tempora mutantur et nos mutamur in illis (Waktu berubah dan kita pun berubah seiring dengannya ) – kutipan dari drama karya Edward Forsett, Pedantius babak 1 adegan 3.

-         Segala yang berharga dalam hidup ini datang dengan resiko besar (Novel “Aroma Karsa”)



PEGUMUMAN KELULUSAN SISWA  SMA NEGERI MIOMAFFO TENGAH  TAHUN AJARAN 2021/2022 Informasi ini disampaikan kepada seluruh siswa Kelas XII SMAN ...